semasa

semasa

Senin, 23 Agustus 2010

cerpen cinta islami



Di depan sebuah rumah yang tak terlalu besar suasana sore di temani hujan yang tak terlalu deras terdiam seorang remaja duduk di teras rumah memandang kosong tetes-tetes air hujan yang jatuh tepat di bawah kakinya. Terhembus dari timur angin samudra menyapa rambutnya, semakin kencang berhembus semakin dalam rasa rindu yang di rasakan terhadap sang ayah. Al maera artalys seorang remaja berusia 17 tahun tengah rindu kepada sang ayah yang telah hampir 6 tahun meninggalkannya menghadap Allah SWT.

Maera kini tinggal bersama bunda dan kedua adiknya yang masih kecil di rumah sederhana miliknya. “maera kamu kenapa” Tanya sang bunda. “sendirian seperti ini di luar, apa nggak kedinginan” lanjut bunda. Maera tetap saja diam, seolah tak mengetahui kehadiran bundanya. “maera” bunda terus mencoba menyadarkan maera dengan lambaian tangan di depan wajah maera. “astaghfirullah…bunda, ngagetin aja” ucap maera. “nahh…bengong, hayo kenapa?” Tanya bunda. “nggak ko bun, beneran deh” jawab maera tak jujur dengan keadaan hatinya. “ada apa bun?” Tanya maera. “tadi rima telepon” jawab bunda. “rima”. “iya…rima, kamu di suruh menemuinya besok pagi dirumahnya”. “oh. ya.” maera tersenyum. “emmm, denger nama rima aja, senyum” bunda meledek. “ada apa ya” gumam maera. “kira-kira ada apa ya bun?” Tanya maera. “mana bunda tau, mungkin ngasih kejutan” saut bunda. “bunda bisa aja, bikin anaknya seneng” ucap maera. Bunda tersenyum, lalu pergi masuk kedalam rumah.

Pagi datang, di saat matahari telah menunjukan kehangatannya di hari yang cerah. Maera tengah bersiap-siap pergi ke rumah rima kekasihnya.

Maera tak mau membuat rima menunggu lama. Tak berpikir panjang maera pamit kepada bunda dan bergegas pergi ke rumah rima. Dengan hati yang senang maera pergi kesana. Hanya rima yang bisa membuatnya tersenyum . kebahagiaan maera telah menunggu di sana, di rumah rima.

“assalamu’alaikum” salam maera setibanya di rumah rima. “wa’alaikum salam” jawab seorang wanita di balik pintu rumah yang tak lain adalah rima. Rima kemudian mempersilahkan maera masuk. Namun, seketika maera terdiam kaku. keceriaan yang maera tunjukan saat pertama kali datang sekejap menghilang raut wajahnya berubah, maera kaget dan tidak sanggup menahan amarahnya ketika melihat di dalam rumah rima di ruang tamu, telah duduk seorang laki-laki. Timbul satu pertanyaan di benak maera. “siapa laki-laki itu?” dengan langkah lunglai maera mendekat dan berkata “apa maksud dari semua ini?”. “siapa laki-laki itu?”. Rima lalu menjelaskan tanpa banyak basa-basi “maera, aku menyuruhmu datang kesini adalah untuk mengenalkan dia kepadamu. Ma’afkan aku, hubungan kita tak bisa di lanjutkan karna dia. Aku mencintainya lebih dari kau maera. Dan tolong agar kamu mengerti”. “mengerti apa?” dengan nada tinggi maera berkata. Tak lama kemudian maera langsung pergi, berlari meninggalkan rima dengan air mata yang terurai dipipinya. Terus dan terus berlari. Wanita yang dia sayangi telah menusukan belati tajam tepat di hatinya.

Al maera artalys kehidupannya sungguh menderita, kesedihan yang dia alami bertahun-tahun karna sang ayah yang meninggalkannya kini di tambah dengan rima yang dia sayangi, kekasih yang selama ini menemani hari-harinya, meninggalkan dia dengan bekas luka yang sangat dalam. Kehidupan maera bagai malam yang tak kunjung berhenti, tak ada tanda-tanda cahaya mentari terbit di upuk barat, tak berbintang, juga tak ada sinar bulan. Gelap dan dingin. Maera seperti sudah putus asa, raut wajahnya tak lagi berbentuk muka. Tak ada semangat apalagi penyemangat. Yang dilakukannya hanya berjalan-jalan tanpa arah dan tujuan.

Satu bulan kemudian…….

Ketika sedang menyendiri dalam rumahnya. “assalamu’alaikum” terdengar suara salam dari balik pintu rumah maera, tak ada jawaban dari maera, dia hanya diam. “assalamu’alaikum” diulang dan diulang lagi. Setelah beberapa kali barulah maera menjawab. “wa’alaikum salam” menuju pintu dan membukanya. “hai al maera artalys, betulkan itu namamu?” di depan maera seorang wanita cantik menyapa. Ketika mata maera di arahkan tepat di wajah wanita itu, maera kaget, dia tak menyangka yang menyapanya itu adalah naysa, wanita yang dulu pernah jadi pujaan hatinya. “maera, ini aku er naysa maherda, masih ingat kan”. “ohh, iya. Aku ingat, er naysa maherda ya” jawab maera. “ apa kabar nay?” Tanya maera yang memerah mukanya. “alhamdulillah baik, kamu sendiri apa kabar. Wah keliatannya muka kamu pucat ya” ucap naysa. “alhamdulillah baik”. “oiyya nay, ada apa, tumben” Tanya maera. “maera, aku dan teman-teman kita dulu waktu duduk di sekolah dasar mau pergi ke tempat wisata, kita reunian gitu….gimana, ikut ya?” jelas naysa. Maera menjawab dengan nada rendah “insya allah nay”. “ya sudah aku pamit pulang, jangan lupa besok ya” naysa pergi dengan tak lupa ucapan salamnya.

Keesokan harinya maera dan naysapun pergi ke tempat wisata itu, bangunan tua yang brsejarah bersama teman-temannya yang lain, abe, ola dan odie. Sesampainya di sana maera dan naysa terpisah dengan abe,ola dan odie. Mereka lalu berjalan-jalan di tempat itu. Hingga akhirnya mereka tiba di suatu tempat, dimana hanya ada mereka berdua di lantai dua di sebuah bangunan tua, di sebuah jendela yang menjulang tinggi, di hadapkan sebuah lukisan alam yang membuat hati setiap orang yang melihatnya menjadi tenang. “kenapa nggak dari dulu kita jalan seperti ini” ucap naysa “Apa..apa yang kamu bilang tadi” respon maera. Naysa hanya tersenyum seolah memberi jawaban atas pertanyaan maera. “nggak nyangka ya, kita bisa di pertemukan di tempat ini” ujar naysa. “iya, indah ya nay..”jawab maera.

Dalam perjalanan itu maera dan naysa saling berbagi cerita satu sama lain. Mereka membaca kisah-kisah di kening mereka masing-masing. Ketika maera berbicara naysa mendengarkan dengan serius dan senyumnya. Ketika naysa berbicara maera menyimak setiap tutur kata yang terucap dari mulut naysa dengan rasa senang dan tatapan tajam kearah mata naysa. Mereka berdua terlihat akrab. Dekat, bahkan lebih dekat. Kesedihan yang maera rasakan seolah hilang ketika itu. Yang terlihat hanya raut wajah yang ceria, canda, dan tawa. Dan naysa seolah tau keadaan maera yang sedang terjatuh dan membuat maera kembali bangun.

“kamu tau sesuatu tentang hujan” terlontar pertanyaan dari naysa di tengah pembicaraan mereka “Hujan, apa ada rahasia di sana, aku tak pernah tau tentang itu” jawab maera. “maera, hujan itu bagaikan perasaan seseorang. Ada dua kesimpulan dari hujan itu. Pertama hujan itu bisa buat kita bahagia, karna dia akan membahagiakan tanah yang kering menjadi subur dengan tiap tetesannya. Yang kedua hujan itu bisa buat sedih karna dia akan membanjiri tanah jika turunnya di tempat dan waktu yang kurang tepat. Jadi apa yang kamu dapatkan dari penjelasanku ini” jelas naysa. “subhanallah…naysa kamu sungguh luar biasa. Semoga hujan yang aku adalah hujan yang buat tanah yang gersang menjadi subur” ucap maera. “amin” jawab naysa. “kamu tau maera, orang bijak bilang seringkali kesusahan atau kesedihan itu membawa kebahagiaan. Dan harusnya kamu bersyukur dengan adanya kesedihan itu, kenapa, Karna nanti kamu pasti bahagia” ucap naysa. Satu persatu, perlahan mulai terungkap rahasia-rahasia dari pribadi masing-masing dari mereka. Lagi dan lagi naysa terus memberikan pelajaran tentang kehidupan kepada maera, dan sebaliknya maerapun acapkali mengajak naysa untuk belajar hidup dari alam.

Ada satu hal yang membuat maera tersenyum kala itu, untuk pertama kalinya naysa membuka hati dan dirinya untuk berbagi kepada maera. Dalam hati maera berkata “ya allah, sungguh ajaib luar biasa, belum lama ini hamba larut dalam kesedihan, dan engkau datangkan naysa sebagai pelunak hati hamba yang kaku ini. Hamba bahagia ya allah. Terima kasih” sambil terus menatap naysa.

Di tengah perbincangan mereka “dugh….dugh…dugh” terdengar suara jantung maera berdegub kencang. “ada apa ini, apa rasa itu kembali lagi” maera berkata seorang diri. Mendengar perkataan itu, naysa berkata. “rasa apa, kembali lagi, apa maksudnya”. “ohh, nggak ko, bukan apa-apa” jawab maera dengan senyumnya. Ternyata benar adanya, perasaan itu kembali, rasa sayang terhadap naysa yang dulu tenggelam kini kembali timbul ke permukaan. Dan menjadi-jadi setelah sekian tahun menghilang.

Naysa sungguh luar biasa, naysa jadi nafas baru untuk maera, malam yang tak henti-henti itu kini menjadi siang yang cerah lengkap dengan kicau burung yang bernyanyi. Tanah yang tandus kini menjadi subur. Keceriaan hati maera tak terlukiskan, bahkan lukisan taman bunga sekalipun, yang bunganya bermekaran dihinggapi kupu-kupu cantik dan angin yang berhembus lembut. Inilah cinta, maera menemukan cintanya kembali. “nay, makasih ya. Karna kamu sekarang aku bisa tersenyum lepas tanpa beban” ucap maera halus. “sama-sama maera, aku juga senang, karna kamu di sini, hari ini jadi lebih berkesan” ucap naysa. Maera tersenyum mendengar jawaban itu.

Setelah itu mereka berkeliling, melihat benda-benda bersejarah yang terpajang dalam gedung itu. Hingga waktu menunjukan sore hari waktunya mereka untuk pulang, dan sebelumnya mereka menemui abe, ola dan odie terlebih dahulu. “kalian pulang saja duluan, kita masih betah disini” ucap abe. Ola dan odie mengangguk. “Ya sudah, kita pulang” ucap maera yang kemudian menarik tangan naysa. Dalam perjalanan pulang naysa sempat bercerita tentang dirinya dan kehidupannya. Ada satu yang mencengangkan tentang naysa bahwa naysa tak bisa menatap mata siapapun ketika sedang berbicara padanya, katanya itu adalah hal yang paling naysa takutkan, takut akan terjadi sesuatu pada hatinya.

“kayaknya aku harus nganter kamu pulang sampe rumah, hari sudah gelap seperti ini, aku takut terjadi sesuatu padamu nay” ajak maera. “nggak usah, merepotkan kamu” jawab naysa. “nggak merepotkan. boleh ya” mohon maera. “ya sudah, boleh” jawab naysa. Merekapun bergegas pulang menuju rumah naysa dengan berjalan kaki.

“stop, sampe sini aja” naysa menghentikan langkah mereka. “rumahku sudah terlihat” ucap naysa. “oh, oke. Makasih ya untuk hari yang menyenangkan, aku nggak akan lupa hari ini” ucap maera. “iya, aku juga” jawab naysa. Mereka bersalaman sebagai tanda perpisaha. Entah mengapa setelah tangan mereka di turunkan masing-masing dari mereka terdiam, tak ada sedikitpun kata-kata yang terucap dari mulut mereka. Mereka hanya saling menatap satu sama lain. Tatapan maera begitu tajam, matanya terus-menerus melihat kearah mata naysa, dan merasakan begitu dekat hatinya dengan naysa. Naysapun sama halnya dengan maera, kini apa yang di takutkan naysa terjadi, tapi dia terus menatap maera.

“ya allah, inikah kebahagiaan yang kau persiapkan untukku, walau sesaat bersamanya kebahagiaan ini terasa selamanya. Rasa yang kau berikan begitu dalam, cinta itu telah kau berikan” suara hati maera berbicara. Maera seolah tenggelam ke dalam mata naysa, indah tak dapat terlukiskan. “assalamu’alaikum” ucapan salam naysa, memecah suasana tenang itu. “wa’alaikum salam” jawab maera. Naysapun membalikan badan dan melangkah perlahan meninggalkan maera.

Perpisahan ini merupakan awal untuk seorang al maera artalys karna cinta yang dia rasakan, keindahan cinta yang allah berikan, mata itu membuat maera yakin dengan cintanya. Maera mabuk karna cawan yang naysa tuangkan untuknya. Dia tak peduli naysa tau atau tidak dengan kehadiran cintanya itu, karna maera meyakini semua itu tak akan merubah semua keadaan.

Cintanya kepada naysa sungguh berbeda dengan cintanya untuk rima “aku tak ingin kau menjadi miliku nay, hingga allah berkata kau milikku, tapi cintaku berdo’a agar allah mengizinkan aku bersamamu. Karna cintaku bukanlah milikku, cintaku milik sang maha memilki cinta. Pertemuan singkat ku denganmu membuat aku sadar bahwa cinta memang indah, dan tak ada yang tersakiti oleh cinta. Bila ada itu bukanlah cinta, semata hanya nafsu. Karna cinta milik allah, dan akan di berikan allah kepada orang-orang yang mau memelihara cinta dalam dirinya dan hatiku sepenuhnya berkiblat padamu” gumam maera.

Satu hal yang maera tau saat itu adalah rasa cintanya kepada naysa dan hanya ada satu nama yang allah penuhi dalam hati maera “er naysa maherda”. allah memang baik kepadanya karna telah menjadikan hatinya di penuhi naysa, yang membuatnya tersenyum bahagia menjalani hidup. Walaupun maera tak pernah berdo’a untuk perasaannya, tapi maera selalu bersyukur dan berdo’a untuk naysa. Ketika rasa rindunya datang bintang dan suasana malam selalu menemaninya, berharap sang bintang menyampaikan salam rindunya kepada naysa. Jasad naysa jauh adanya, tapi sosoknya menyatu dalam raga maera.

Hari barupun datang, terlihat keceriaan maera di setiap langkah-langkahnya. Yang di lakukan maera di penuhi dengan naysa. Setiap orang yang bertemu dengannya selalu dia ceritakan mengenai naysa. Memuja kecantikannya dan memuji kebaikan hatinya. Di sela waktu luang aktifitasnya, ketika rasa rindu datang dia selalu mencurahkan isi hatinya kepada selembar kertas putih yang di tuliskan puisi-puisi di tunjukan untuk naysa.

Ketika maera asyik dengan puisi-puiinya di teras rumah datang dari arah depan seseorang tak di kenal menghampirinya memegang sepucuk surat di tangannya. “al maera artalys,betul itu namamu” Tanya orang asing itu. “ya” jawab maera singkat. “ada surat untukmu dari naysa” ucap orang asing itu. Maera kaget kemudian surat itu di berikan kepada maera. Maera membacanya.

Isi surat itu : “allah memang luar biasa, dia selalu memberikan keajaiban yang tak terduga seperti kita yang di pertemukan tiba-tiba. Aku tak biasa menatap, tapi kau paksa aku untuk menatap. Ketakutanku akhirya terjadi, hatiku bergetar, entah apa ini. Aku hanya mendengar dari teman-teman tentangmu, tentangmu yang menyukaiku dulu. Apakah itu masih ada untukku. Aku ingin kejujuranmu. Jangan kau paksa aku untuk menanyakannya, tapi kau telah memaksaku. Apabila benar adanya, terima kasih. Aku bangga akan diriku. Ya allah sayangilah dan cintai manusia yang cintai aku ini dengan cintamu dan akan aku berikan untuknya, semoga kau tersenyum. Tapi ma’af maera, aku tak bisa menyatukan cintamu dengan perasaan cinta yang menggetarkan hatiku dengan alasan yang tak akan ku jelaskan sampai kapanpun kepadamu. Kau tak akan mengerti maera, ma’af”

Sepertinya naysa sudah tau semuanya. Dia tau tentang maera yang mencintainya. Membaca surat itu maera sekejap terdiam, tak lama kemudian maera tersenyum dan bangkit. Maera tak merasakan apa-apa sekalipun rasa sakit walaupun sepertinya surat itu menjatuhkan. Dalam hati maera berkata “ajaib. Harusnya aku merasa sakit, ya allah inikah rasa cinta yang tulus itu, yang kau berikan untukku”. “ hei, kenapa tersenyum” Tanya si pembawa surat. “nggak apa-apa, bisa tunggu sebentar. Aku akan buat surat balasan” ucap maera. “iya”. Maera bergegas membuat surat balasan untuk naysa.

Isi surat itu : “kejujuran memang suatu yang indah, tak pernah terpikir jika kau tau hal ini, tapi kau sudah tau semua. Benar adanya aku mencintaimu dulu, namun rasa itu hilang di telan waktu. Hingga akhirnya kau datang dan mebuat citaku kembali, aku tak merasa kaget dan sakit sedikitpun mendengar pengakuanmu, sebaliknya aku tesenyum.Hatiku sepenuhnya akan ku kiblatkan kepadamu. Terimakasih aku ucapkan, karna cinta ini membuat aku kembali menjadi aku yang ceria. Tak ada rasa menyesal sedikitpun, dan sungguh aku tak bisa memaksa hatiku untuk membuang cita ini. Ini sudah melekat, semoga cinta bisa persatukan kita dalam taman surga penuh cinta”

Surat itu kemudian di bawa oleh pembawa surat untuk di berikan kepada naysa. Dan sejak saat itu tak ada lagi kabar dari naysa, namun maera tetap menjaga cintanya kepada naysa. Karna hanya itu yang dia punya yang berharga yang di berikan allah untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar